Meski Musim Kering Padi Sri tetap tumbuh

Masih rendahnya kepatuhan petani dalam melaksanakan pola tanam pada musim kering yang telah disepakati dan ditetapkan melalui Keputusan Bupati mengakibatkan petani yang melakukan penanaman padi secara spekulasi terancam mengalami puso atau gagal panen. Pada musim kering dimana intensitas hujan dan pasokan air irigasi berkurang petani disarankan untuk menanam palawija. Untuk mengantisipasi berkurangnya pasokan air irigasi ke areal pertanian setiap musim kering dimasa mendatang, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo melakukan kampanye budidaya padi hemat air atau yang dikenal dengan Padi SRI (System of Rice Intensification). Padi SRI mampu bertahan dari puso meski tidak mendapat pasokan air cukup lama bahkan hingga satu bulan.


”Kita sosialisasikan kepada perkumpulan petani dan dinas terkait dengan membuat 8 buah demplot (areal sawah percontohan dengan luas 0,5-1 Ha) di 5 Kabupaten yakni Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Boyolali dan Klaten. Respon masyarakat luar biasa, semula kita akan membuat hanya 5 demplot, namun petani di beberapa desa juga minta untuk dibuatkan” jelas Direktur Irigasi Ditjen Sumber Daya Air Imam Agus Nugroho yang sebelumnya menjabat Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Imam Agus Nugroho banyak keunggulan penanaman padi SRI diantaranya petani hanya perlu menanam satu batang bibit pada satu lubang yang akan berkembang menjadi 50 hingga 100 anakan padi. Dari sisi penggunaan air juga sangat hemat dimana jika padi biasa diperlukan 1 liter per detik per hektar, sementara padi SRI memerlukan air hanya 0,45-0,65 liter per detik untuk luasan yang sama. Berbeda dengan padi biasa yang harus digenangi air, areal sawah padi SRI tidak boleh digenangi air tetapi hanya basah air atau macak-macak.

Dalam demplot yang dibuat, kelebihan air akan ditampung dalam sumur-sumur berisi damen/potongan padi yang terletak di empat penjuru sawah. ”Menanam Padi SRI, petani memang harus lebih telaten mengatur pemberian air untuk padi yang dilakukan setiap 7 hari sekali.” jelasnya.
Meski petani harus labih telaten mengontrol kadar air padi SRI, namun hasil panennya lebih baik dibanding padi biasa. Bila anakan padinya mencapai 100 batang, maka satu hektar lahan padi SRI bisa menghasilkan 8 ton gabah kering giling (GKG) yang dibandingkan dengan padi biasa menghasilkan rata-rata 4-6 ton GKG. ”Agustus nanti akan panen, selanjutnya akan masuk masa tanam III atau masa tanam di musim kering. Panen padi SRI hanya dipotong buahnya sementara batangnya dibiarkan untuk bisa berbuah lagi meski panennya diperkirakan berkurang sekitar 40 persen, namun petani akan lebih hemat tenaga dan biaya.” jelas Imam Agus Nugroho.

Kepada para petani, Imam Agus Nugroho menyarankan untuk menanam Padi Wulung yakni padi hitam yang memiliki nilai gizi dan harga jual tinggi. ”Dengan padi SRI selain petani memperoleh nilai ekonomis lebih baik, para petani juga turut serta dalam konservasi air” jelasnya

Imam Agus berharap nantinya semakin banyak petani yang menanam padi SRI di Daerah Irigasi Colo yang berada dalam DAS Bengawan Solo sehingga meskipun musim kering padi tidak mengalami puso. Pada musim kering sekarang banyak petani yang tetap melakukan penanaman padi meskipun areal sawah berada diluar areal yang rencananya mendapat air irigasi. ”Dibulan September petani masih menanam padi, padahal selama bulan Oktober Pintu Air di Bendung Colo akan ditutup dan dikeringkan untuk dilakukan perawatan baik yang dilakukan Departemen PU maupun perkumpulan petani seperti perbaikan pelengsengan, peraikan pintu intake dan pengerukan sedimen” jelasnya.

Pintu Air Bendung Colo akan kembali dibuka pada awal November 2008 guna menyambut Masa Tanam I (MT I) dimana musim hujan sudah mulai namun belum memerlukan banyak air. Kebutuhan banyak air terjadi pada MT II di bulan Maret 2009. Pada MT III petani yang memiliki lahan diluar irigasi rencana disarankan untuk menanam palawija. Daerah Irigasi Colo mampu mengairi areal pertanian seluas 26 ribu hektar yang melewati 6 kabupaten yakni Sukoharjo, Karanganyar, Mojokerto, Sragen, Klaten dan Ngawi. Saat ini suplai air dari daerah irigasi Colo telah mencapai pola kering yakni hanya bisa mengalirkan 5 meter kubik air dari biasanya sekitar 10 meter kubik. Pada kondisi normal aliran air irigasi Colo bisa mencapai 21 meter kubik.

Untuk membantu lahan pertanian yang kesulitan air, BBWS Bengawan Solo meminjamkan sebanyak 43 unit pompa berkapasitas 25 liter per detik untuk membantu petani mengalirkan air ke sawahnya.

Sumber: http://www.pu.go.id



Komentar